Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Entah
siapa orang yang pertama menemukan ide untuk kelompok ini. Namun yang jelas
telah memberikan banyak manfaat bagi orang yang hidup dengan HIV. Saya
cenderung lebih suka menyebut ODHA dengan teman-teman Positif. Positif maknanya
banyak. Positif berkarya, positif dalam berpikir, meski juga bisa positif dalam
beberapa penyakit, termasuk HIV.
Kemarin, saya mencoba mempertemukan teman-teman Positif melalui
penguatan kelompok. Meski saya harus akui, luar biasa kerja keras LARAS
(Lembaga tempat saya bekerja) untuk mengundang dan meyakinkan setiap
teman-teman Positif untuk datang dan berbagi cerita. LARAS mendampingi sekitar
35 orang dengan HIV di Bontang, 14 diantaranya adalah ibu rumah tangga dan
suaminya sedangkan 21 di antaranya adalah wanita pekerja seks. Meski akhirnya
yang datang pada pertemuan hanya sekitar 10 orang saja, namun semua teman-teman
yang hadir amat antusias berkenalan.
Seperti biasa, saya mencoba
membuka pertemuan dengan memperkenalkan beberapa anggota yang baru bergabung di
kelompok. Ada dua orang anggota baru yang menarik perhatian saya, yaitu seorang
ibu rumah tangga berumur sekitar 50 tahun (ND), dan seorang ayah muda yang
membawa anaknya (AR). Dua-duanya punya kisah yang cukup menarik. Yang ibu rumah
tangga mengaku harus datang ke pertemuan KDS secara diam-diam. Dia berkali-kali
dilarang oleh suaminya untuk mengikuti pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan
oleh KDS. Namun, kali ini ia mengaku mengikuti pertemuan tersebut tanpa seijin
suaminya. Yang lainnya adalah seorang ayah berumur sekitar 35 tahun, dia
membawa putranya yang berumur sekitar 3 tahun. Ia menjelaskan baru pertama
mengikuti pertemuan KDS tersebut, ia ingin mengajak istrinya namun baru saja
melahirkan anak kedua. Dia bercerita tentang istrinya yang tidak terinfeksi
HIV, sehingga ia tak perlu khawatir anak-anaknya terinfeksi. Meski masih ada
kekhawatiran terdengar dari nada bicaranya. Meski pun begitu, senang melihat mereka
begitu antusias bergabung di kelompok, apalagi semuanya amat sangat sehat
karena menjaga pola hidup mereka.
Dua di antara mereka adalah
wanita pekerja seks. Mereka harus tetap bekerja di lokalisasi demi kehidupan
anak-anak mereka di kampung halaman.
Sebut saja namanya DN (30). DN mengetahui status HIV nya sejak 2009 dari
Screening Test yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Bontang. Ia mengatakan amat menyesal bekerja di lokalisasi,
ia teringat anaknya yang sedang bersekolah. Putranya kelas 3 SD sekarang, dan
jika ia sakit siapa yang akan mengurus anaknya. Hampir putus asa, ia menolak
untuk mengikuti terapi yang disarankan. Ia menolak minum pil seumur hidupnya.
Lama sekali, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti terapi. Saat bertemu
di pertemuan KDS kemari, raut wajahnya sudah lebih damai, tidak terlihat ketakutan
lagi, ada optimisme disana. Ia merasa tidak sendirian lagi. Hidup akan ringan jika kita punya kawan senasib.
Hidup dengan HIV bukanlah
pilihan. Ia menjadi ujian kehidupan yang harus dilewati anak manusia. Berada di
tengah-tengah hidup mereka seperti sebuah anugrah. Mengeluh bukan hal yang
mampu lagi kita lakukan. Malu sekali rasanya jika sampai didengar oleh mereka. Berharap kelompok ini terus memberikan kekuatan bagi orang-orang di dalamnya, bukan hanya sekedar simbol kisah kesedihan sekelompok orang yang harus dikasihani.
Bontang, 18 Juni 2013
Bontang, 18 Juni 2013
0 komentar:
Posting Komentar