Pada tanggal
19 Januari 2016 tepatnya pukul 02.00 dini hari, telah terjadi kebakaran di Desa
Punagaya. Saat itu warga kampung sedang
tidur saat api mulai muncul di salah satu rumah. Saat ditanya tentang penyebab
kebakaran, warga mengaku bahwa api muncul dari atas genteng di rumah salah
seorang warga. Api penyebab kebakaran adalah hubungan arus pendek di rumah Pak
Sampara’. Pak Sampara’ dan istri tidak berada di rumah saat kebakaran terjadi. Dengan cepat api menjalar ke rumah lain
karena sebagian besar warga masih menyambung kabel ke tetangga untuk mengalirkan
listrik ke rumah mereka. Rumah warga sebagian besar yang terbuat dari kayu
sehingga api langsung menghabiskan rumah mereka. Kondisi warga desa cukup tidak menguntungkan
karena meskipun mereka tinggal di pesisir pantai, namun saat itu air laut
sedang surut. Satuan pemadam kebakaran
yang berlokasi di kota Jeneponto membutuhkan waktu tempuh sekitar 30 -
40 menit untuk mencapai lokasi kebakaran.
Saat pemadam
tiba, 4 rumah warga sudah habis dilalap api. Tiga rumah diantaranya adalah rumah adik-adik yang saya sering dampingi, yaitu Jusup, Dimas dan Nurmala. Saat kejadian, mereka sedang tidur. Ketika
orang tua mereka menyadari terjadi kebakaran, mereka segera dibawa ke rumah
tetangga dan keluarga terdekat. Jusup yang tinggal bersama nenek dan adiknya
Melani, segera diungsikan ke rumah tetangga. Nurmala tinggal di rumah neneknya,
Sugi, tak jauh dari rumahnya. Dimas dan orang tuanya saat itu tinggal bersama tantenya
di Kampung La’bua, jauh dari rumah.
Membangun
asa kembali ke sekolah
Terkejut dan
ketakutan membuat orang tua mereka tidak lagi berupaya untuk menyelamatkan
barang-barang mereka. Tak satupun tersisa. Bahkan baju sekolah anak-anak tidak
sempat mereka selamatkan. Saat ditanya, Nurmala yang sudah kelas 6 mengatakan
sempat takut tidak bisa bersekolah karena tidak ada baju sekolah, buku tulis
dan buku pelajaran. Tak satu pun tersisa dari kebakaran, katanya. Namun,
gurunya menjelaskan bahwa tidak mengapa ke sekolah dengan baju rumah karena
pihak sekolah dan teman-teman sudah memaklumi. Pihak sekolah belum memberikan
bantuan berupa seragam, hanya memberikan sebuah buku tulis untuknya agar dapat
mencatat pelajaran yang ia terima. Begitu juga dengan Dimas yang saat ini kelas
4, tidak memiliki baju seragam dan buku sama sekali. Meskipun begitu, Nurmala
dan Dimas tetap pergi ke sekolah.
Namun lain
halnya dengan Jusup. Nenek Jusup mengaku bahwa sudah seminggu Jusup belum mau pergi
sekolah sejak kebakaran. Orang tua dan kedua kakaknya saat ini sedang bekerja
di Pontianak, Kalbar, sebagai buruh di perkebunan sawit. Nenek yang sudah
kerepotan mengurus Jusup dan Melani, tidak berdaya memaksa Jusup agar kembali
ke sekolah. Sudah kelas 5, namun Jusup
belum dapat membaca sama sekali. Jauh sebelum ayah Jusup ke Pontianak, Jusup
sudah jarang bersekolah karena harus membantu ayahnya di pelelangan ikan, Paotere
Makassar. Jusup kehilangan motivasi bersekolah saat itu.
Untuk
melanjutkan hidup, saat ini orang tua Nurmala, Dimas dan nenek Jusup harus
membangun tempat tinggal sementara. Tempat bernaung agar mereka terlindungi
dari panas dan hujan. Tempat tinggal sementara itu dibuat dari bahan lempengan
sisa drum bekas dan seng sisa kebakaran. Tempat tinggal Nurmala berukurannya 3
x 5 m, sementara Jusup berukuran jauh lebih kecil, kira kira 3 x 3 m. Ibu
Nurmala mengatakan bahwa sejak tinggal di rumah sementara itu, Nurmala masih
belum bisa kembali belajar.
Tidak butuh waktu
lama bagi adik-adik untuk membangun asa kembali bersekolah. Informasi terkait musibah
yang mereka alami dan kebutuhan untuk kembali bersekolah tersebar di komunitas
di Makassar melalui sosial media. Beberapa orang menelpon saya beberapa jam setelah saya memposting musibah kebakaran melalui Facebook. Komunitas relawan Sobat Lemina adalah salah satunya.
Sobat Lemina
adalah komunitas di Makassar yang memiliki perhatian khusus pada pendidikan
anak. Mereka menghubungi staf SSD GNI di Jeneponto CDP dan meminta data terkait
kebutuhan sekolah adik-adik seperti ukuran baju seragam, sepatu dan lainnya.
Tiga hari setelah GNI dating ke lokasi kebakaran menemui Jusup, Dimas dan
Nurmala, relawan Sobat Lemina mengunjungi Desa Punagaya membawa 3 paket
perlengkapan sekolah untuk adik adik. Antusiasme adik-adik luar biasa saat
membuka pemberian dari relawan Sobat Lemina. Mereka mencoba sepatu dan seragam
sekolah baru mereka. Orang tua dan nenek juga sangat senang menerima uluran
tangan dari teman-teman Sobat Lemina.
Meskipun perhatian dari pihak pemerintah masih sangat kurang, kedatangan dan kepedulian Sobat Lemina memberikan arti khusus bagi adik-adik korban kebakaran. Mereka membutuhkan penyemangat, pemantik untuk melanjutkan pendidikan mereka.Hari sudah
sore, saatnya kami dan Sobat Lemina pamit pulang. Jusup, Nurmala dan Dimas mengucapkan
terima kasih dan berjanji akan semangat dan rajin bersekolah.
Kami
meninggalkan mereka dengan senyuman di bibir mereka.
-
If children have interest then education
happens –
Jeneponto,
31 Januari 2017